“ PENGARUH PENYUSUNAN
APBD TERHADAP PENYELEWENGAN DANA DI KALANGAN PEMERINTAH DAERAH SURABAYA”
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Pada
dasarnya kita telah mengetahui bahwa kekayaan negara yang dikelola oleh
pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Adapun dana tersebut
digunakan demi meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di
Indonesia. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan Pemerintahan
seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal dan bijak untuk
menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik. Jika pendistribusian
dana dilakukan secara merata maka efektivitas dan efisiensi penggunaan dana
bisa dipertanggungjawabkan.
Dari beberapa
informasi yang diperoleh dari beberapa sumber yaitu dari media elektronik
maupun dalam bentuk media masa, saat ini hampir semua pemerintah kabupaten atau
kota di seluruh Indonesia rawan untuk terlibat dengan masalah hukum yang
terkait mengenai penyelewengan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Beberapa anggota DPRD secara tidak malu melakukan penyelewengan terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tanpa memperdulikan kepentingan
rakyatnya. Adapun, pada dasarnya korupsi memang sudah mewabah dalam
Pemerintahan Indonesia yang hingga saat ini sulit untuk dihilangkan. Budaya
korupsi memang sudah sering dilakukan oleh anggota DPR dari zaman ke zaman. Upaya
preventif perlu dilakukan pemerintah daerah guna mencegah pelanggaran hukum
yang menyangkut kepentingan masyarakat itu.
Berbagai
kasus penyelewengan terhadap APBD dan bantuan sosial paling sering muncul ke
permukaan hingga menjadi sorotan. Sejumlah bantuan dari pemerintah sering kali
terpangkas akibat perbuatan dari oknum yang tidak bertanggung jawab. Sehingga
sejumlah bantuan dari pemerintah tersebut tidak sepenuhnya sampai kepada
sasarannya.
Penyelewengan
terhadap APBD yang hampir terjadi di setiap Pemerintahan Daerah berdampak besar
bagi kebijakan lainnya. Kebijakan tersebut yaitu seperti kebijakan ekonomi,
tata ruang, dan sejumlah bantuan sosial. Selain disebabkan oleh budaya korupsi di Indonesia, hal itu terjadi karena
minimnya upaya preventif Pemerintah Daerah terkait dengan masalah hukum. Adapun
apabila sudah terbukti ada suatu kasus korupsi, seringkali dilakukan tindakan
yang kurang tegas dalam menanganinya.
II.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya, maka rumusan
masalah dari Tugas Akhir yang saya buat antara lain :
1.
Apa pengertian dari
anggaran sektor publik?
2.
Apa pengertian dari
APBD dan bagaimana prinsip-prinsip penyusunan dari APBD?
3.
Bagaimana pengaruh dari penyusunan APBD
terhadap penyelewengan dana di kalangan Pemerintah Daerah Surabaya?
4.
Bagaimana cara
menanggulangi atau mengurangi penyelewengan terhadap APBD?
III.
TUJUAN
Dari
penjelasan mengenai latar belakang dan rumusan masalah pada sub bab sebelumnya,
maka tujuan dari pembuatan Tugas Akhir yang saya buat antara lain :
1. Untuk
mengetahui pengertian dari anggaran sektor publik.
2. Untuk
mengetahui pengertian dari APBD dan prinsip-prinsip penyusunan dari APBD.
3. Untuk
mengetahui pengaruh dari penyusunan APBD terhadap penyelewengan dana di
kalangan Pemerintah Daerah Surabaya.
4. Untuk
mengetahui cara menanggulangi atau mengurangi penyelewengan terhadap APBD.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Pengertian
Anggaran Sektor Publik
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai
oleh suatu organisasi dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
moneter (financial). Sedangkan
penganggaran sendiri adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu
anggaran. Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran dalam
pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik. Dalam organisasi publik anggaran
sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dan pelaksanaan
program-program yang dibiayai dengan uang publik. Atas dasar itulah maka
pembicaraan tentang persoalan penganggaran akan terkait dengan keuangan negara
dan juga akuntabilitas. Dalam proses manajemen organisasi, anggaran mempunyai
posisi yang sangat penting karena mengungkapkan apa yang akan dilakukan di masa
mendatang.
Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu
rencana finansial yang menyatakan:
- Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat
(pengeluaran atau belanja).
2.
Berapa banyak dan bagaimana caranya
memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan).
Adapun aspek-aspek yang harus tercakup dalam anggaran sektor publik antara
lain :
1.
Aspek perencanaan
Dimana anggaran sebagai perencanaan yang digunakan untuk,
Ø Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi
yang ditetapkan.
Ø Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi
serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya.
Ø Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun.
Ø Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.
2.
Aspek pengendalian
Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari
adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation)
dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas.
Sebagai alat pengendalian manajerial, anggaran sektor publik digunakan
untuk meyakinkan bahwa pemerintah mempenyai uang yang cukup untuk memenuhi
kewajibannya. Selain itu, anggaran digunakan untuk memberi infrmasi dan
keyakinkan legislatif bahwa pemerintah bekerja secara efisien, tanpa ada
korupsi dan pemborosan.
Pengendalian anggaran dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
Ø
Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja
yang dianggarkan.
Ø
Menghitung selisih anggaran (favourable dan unfavourable
variances).
Ø
Menemukan penyebab yang dapat
dikendalikan (contollable) dan tidak dapat dikendalikan (uncontrollable)
atas suatu varians.
Ø
Merevisi standar biaya atau target anggaran
untuk tahun berikutnya.
3.
Aspek akuntabilitas publik
Dalam akpek
akuntabilitas publik, anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah
digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
II. APBD (Angaran Pendapatan dan Belanja
Daerah)
2.1 Pengertian APBD
Pengertian
APBD yaitu suatu rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah,
dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tujuan dan fungsi APBD pada prinsipnya
sama dengan tujuan dan fungsi APBN. Adapun pengertian dari APBN itu
sendiri merupakan suatu daftar yang memuat perincian sumber-sumber pendapatan
negara dan jenis-jenis pengeluaran negara dalam jangka waktu satu tahun (1
Januari– 31 Desember), yang ditetapkan dengan undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.
APBN/ APBD
pada dasarnya dirancang oleh pemerintah, namun harus mendapat persetujuan dari
DPR. Proses penyusunan APBD terjadi di tingkat eksekutif dan legislatif, antara
lain :
1. Proses yang terjadi di Eksekutif
Proses
penyusunan APBD secara keseluruhan berada di tangan Sekretaris Daerah yang
bertanggungjawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD, sedangkan
proses penyusunan belanja rutin disusun oleh bagian keuangan Pemerinta Daerah.
Proses penyusunan penerimaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan proses
penyusunan belanja pembangunan disusun oleh Bappeda (bagian penyusunan program
dan bagian keuangan).
2.
Proses yang terjadi di Legislatif
Proses
penyusunan APBD di tingkat legislatif dilakukan berdasarkan Tatib DPRD yang
bersangkutan.
2.2 Prinsip-Prinsip Penyususunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah
Menurut world Bank dalam
Mardiasmo menyatakan bahwa prinsip-prinsip penganggaran dan manajemen
keuangan daerah antara lain sebagai berikut:
1.
Komprehensif dan disiplin
Maksud dari komprehensif dan disiplin yaitu bahwa
anggaran harus disusun dengan menggunakan pendekatan yang holistik dalam
mendiagnosa maslalah yang dihadapi, analisis keterkaitan antar masalah yang
mungkin muncul, evaluasi kapasitas kelembagaan, dan mencari cara-cara terbaik
untuk memecahkannya.
2.
Fleksibilitas
Hingga pada tingkat
tertentu, Pemerintah Daerah harus diberi keleluasaan yang memadai mengenai
keleluasaan sesuai dengan ketersediaan informasi-informasi yang relevan yang
dimilikinya. Dari pusat sebenarnya masih adanya arahan dan ditetapkan secara
bijak.
3.
Terprediksi
Kebijakan yang
terprediksi merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan kualitas
implementasi anggaran daerah. Apabila kebijakan sering untuk berubah-ubah maka
daerah akan menghadap suatu ketidakpastian (uncertainly)
yang sangat besar. Ketidakpastian tersebut hingga berimbas pada prinsip
efisiensi dan efektivitas pelaksanaan suatu program yang didanai oleh anggaran
daerah cenderung untuk terabaikan.
4.
Kejujuran
Kejujuran pada dasarnya tidak hanya menyangkut moral
dan etika manusianya, namun juga menyangkut bias proyeksi penerimaan dan
pengeluaran. Sumber dari bias yang memunculkan ketidakjujuran tersebut dapat
pula berasal dari aspek politik. Proyeksi yang terlalu optimis akan mengurangi
kendala anggaran. Sehinga memungkinkan munculnya inefisiensi dan inefektivitas
pelaksanaan kebijakan-kebijakn yang sangat diprioritaskan.
5.
Informasi
Informasi yaitu basis
dari kejujuran dan proses pengambilan keputusan yang baik. Oleh karena itu,
pelaporan yang teratur tentang biaya, output, dan dampak suatu kebijakan sangat
penting.
6.
Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi masyarakat
yaitu bahwa perumusan kebijakan memiliki pengetahuan tentang permasalahan dan
informasi yang relevan sebelum kebijakan tersebut dijalankan. Akuntabilitas
mensyaratkan bahwa pengambilan keputusan akan sesuai dengan apa yang menjadi
tujuan suatu organisasi sektor publik. Sehingga perumusan kebijakan, dan hasil
dari suatu kebijakan harus dapat untuk diakses dan dikomunikasikan secara
vertikal maupun horizontal secara baik dan benar.
III.
Pengaruh Penyusunan APBD Terhadap
Penyelewengan Dana di Kalangan Pemerintah Daerah Surabaya
Penyimpangan dapat dikatakan sebagai penyalahgunaan wewenang dalam
melaksanakan kewajiban yang melanggar dari koridor hukum sebagaimana mestinya.
Namun jika APBD menyimpang berarti dapat dikatakan bahwa wakil rakyat tidak bersikap
bijak dalam mengambil keputusan mengenai kepentingan masyarakat atau dengan
kata lain mengambil keputusan hanya untuk kepentingannya sendiri dan tidak
mengutamakan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Maka sudah sepantasnya
jika masyarakat saat ini menilai kinerja dari DPRD dalam mengambil keputusan di
bidang keuangan.
Periode sebelumnya, pada sejumlah daerah yang berada di Indonesia terjadi
beberapa penyimpangan keuangan. Uang milyaran rupiah telah lenyap hanya untuk
kepentingan pribadi atau karena adanya suatu kolusi. Sehingga dapat dikatakan
seara jelas bahwa APBD rawan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh oknum
yang tidak bertanggung jawab.
Dana yang menyimpang nilainya mulai dari jutaan hingga milyaran rupiah.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika DPRD mendapat masalah yang tidak
henti-hentinya. Jika hal ini terus berkembang, secara otomatis tingkat kepercayaan
rakyat terhadap DPRD akan terus menurun seiring dengan perkembangan zaman.
Adapun akibat dari penyimpangan tersebut, rakyat dirugikan sebesar milyaran
rupiah. Akibat kedua adalah pembiayaan
untuk sektor vital tidak tertangani dengan baik, sehingga dilakukan secara tidak
optimal. Akibat yang ketiga, aliran dana dari pusat ke daerah yang kemudian
menyebabkan proyek-proyek menjadi terbengkalai. Penyebab penyimpangan APBD
adalah kurangnya kehati-hatian pihak DPRD dalam mengatur keuangan. Temuan ini
karena adanya kesalahan administrasi keuangan.
Kesalahan posting anggaran dan kelemahan SDM merupakan penyebab lain
masalah moral yang tidak adanya transparansi dalam pengelolaan keuangan di
daerah. Pada umumnya, penyimpangan yang terjadi akibat Sistem Pengendalian Intern
(SPI) yang masih lemah dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan belum sepenuhnya dipatuhi.
Pada lingkungan Pemerintah Kota Surabaya ditemukannya 12 kasus dugaan
penyimpangan terhadap penggunaan anggaran APBD. Kasus-kasus tersebut terjadi
pada tahun 2011. Kasus penyimpangan terhadap penggunaan APBD ditemukan oleh
BPK. Temuan dari BPK tersebut merupakan sesuatu yang harus segera direspon
dengan baik oleh pihak Pemerintah Kota Surabaya agar dapat memperbaiki kinerja mengenai
realisasi ABPD agar tidak lagi mengecewakan masyarakat. Pada saat ini dewan
benar-benar menyorot kinerja Pemerintah Kota Surabaya yang dianggapnya
benar-benar teledor.
Adanya 12 kasus dalam audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
atas pelaksanaan anggaran tahun 2011 kota Surabaya membuat banyak pihak
prihatin, terutama pihak dari kalangan legislatif yang merasa prihatin. Dewan
legislatif tersebut meminta agar Pememerintah Kota Surabaya segera melaksanakan
rekomendasi BPK atas hasil audit keuangan tahun 2011 tersebut. Hal ini harus
dilakukan sesegera mungkin agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Pada dasarnya, dalam
mekanisme suatu birokrasi setiap potensi kesalahan dalam pelaksanaan anggaran
dapat diantisipasi oleh Bawaskot. Jika Bawaskot optimal, maka kesalahan dapat
diantisipasi sebelum diperiksa oleh BPK. Namun, hasil wajar dengan pengecualian
dapat menunjukkan bahwa lemahnya peran Bawaskot.
Memang dalam hasil audit BPK juga terdapat rekomendasi untuk menyelesaikan
temuan badan pemeriksa atas pelaksanaan anggaran. Ada dua macam rekomendasi
berdasarkan jenis temuan BPK, pertama terkait temuan yang mengenai dengan sistem
pengendalian intern dan operasi keuangan Pemerintah Kota. Yang kedua yaitu
terkait dengan rekomendasi yang mengenai dengan ketidakpatuhan terhadap
pengujian kepatuhan dalam peraturan perundang-undang.
Salah satu kasus yang sedang menguap ke permukaan terkait dengan
penyelewengan APBD yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya yaitu mengenai
penyimpangan proyek lapangan sepak bola di Surabaya. Penyimpangan tersebut
diduga sebesar 1,1 milyar. Hal ini memang sungguh ironis, aparat yang tidak
bertanggung jawab tersebut tidak malu untuk menghabiskan dana masyarakat dan
hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Dalam hal tersebut, Kejaksaan Tinggi
(Kejati) Jawa Timur didesak untuk segera melakukan penyelidikan atas kasus
dugaan penyimpangan dana proyek lapangan bola yang bersumber dari APBD Kota
Surabaya tahun 2011 sebesar Rp 1,1 miliar.
Untuk membuktikan bahwa adanya penyimpangan dana lapangan sepak bola,
Kejaksaan Tinggi (Kejati) melakukan cek dan ricek mengenai laporan dugaan penyimpangan
proyek tersebut. Pada saat sebelumnya, ada sejumlah pihak yang menemukan adaya keganjalan
dalam pelaksanaan lima proyek pembangunan dan pemeliharaan lapangan sepak bola
di beberapa kecamatan di kota pahlawan tersebut.
Adapun keganjalan
tersebut terutama terjadi pada hasil proyek yang diduga tidak sesuai dengan
kontrak yang telah disepakati. Dari Rp 2,727 miliar dana yang diangggarkan,
hanya 60 persen yang digunakan untuk pembangunan lapangan sepak bola. Sementara
Rp 1,1 miliar diperkirakan dikorupsi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dalam hal ini, Ketua Komunitas Anti Korupsi (Kaku) juga melampirkan beberapa
foto hasil dari proyek sebagai bukti dugaan untuk memperkuat penyimpangan dana
untuk lapangan sepakbola.
Proyek yang dinilai
menyimpang diantaranya, proyek peninggian, drainase dan pemeliharaan gedung serta
pagar lapangan sepakbola di Jl Gunung Anyar, Lakarsantri, Waru Gunung, Jl Sepat
Lidah Kulon, dan di Jl Menganti Lidah Wetan. Masing-masing proyek dianggarkan antara
Rp 300 juta sampai dengan Rp 800 juta lebih. Diduga tindakan suap dalam proyek
yang dikerjakan oleh tiga kontraktor, yaitui CV Kusuma Dewi, CV Citra Pandugo
dan CV Kawan Sejati. Dugaan gratifikasi tersebut semakin menguat karena
ternyata ketiga CV tersebut hanya milik satu orang. Sehingga Kejati melakukan
pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
proyek lapangan sepak bola di Kota Surabaya. Dalam hal ini pejabat Dinas Pemuda
dan Olahraga (Dispora) juga harus ikut bertanggungjawab atas dugaan
ketidakberesan kelima proyek tersebut.
Selain itu, dugaan penyimpangan terhadap dana pembangunan sepak bola di
Surabaya merupakan akibat dari lemahanya kontrol pemerintah dalam proses
pelaksanaan pekerjaan pada setiap tahapnya. Dugaan penyimpangan dana sepak bola
Surabaya dinyatakan kuat sebagai akibat dari kolusi yang dilakukan oleh Dinas
Pemuda dan Olahraga (Dispora) dengan pemilik tiga CV yang menjadi kontraktor.
Penyimpangan terhadap APBD di Pemkot Surabaya selain penyelewengan dana
lapangan sepak bola, yaitu Dewan menemukan penyimpangan yang dilakukan Pemkot
Surabaya terkait dengan dimana Pemkot tersebut selain membeli 33 mobil yang
belum dianggarkan, ternyata adanya belanja kendaraan yang sebelumnya
dicantumkan di APBD 2011 tetapi anggaran tersebut tiba-tiba dihilangkan tanpa
adanya alasan yang cukup jelas.
Dengan adanya penyimpangan itu bisa menyeret pejabat di Pemerintah Kota
Surabaya ke ranah pidana dan sanksi administratif. Belanja alat angkutan darat
bermotor seperti truk tangki air 5.000 liter yang power steering, kabin jungkit sebanyak 3 unit senilai Rp 1,121
miliar yang sudah dimasukkan ke dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) ternyata
tidak dibelanjakan semestinya. Uang tersebut dikorupsi oleh Pemkot Surabaya.
Menurut Ketua DPRD Surabaya Wisnu Wardhana, dalam Rencana Kegiatan Anggaran
(RKA) anggaran pembelian mobil tangki air 8.000 liter senilai sekitar Rp 1,17
miliar, secara tiba-tiba hilang dan tanpa adanya suatu alasan yang jelas.
Selain truk, dewan menilai pemkot melakukan pengurangan pembelian mobil ambulance senilai sekitar Rp 305 juta.
Pengurangan mobil sky walker 4.000 cc
dari 2 unit menjadi 1 unit. Selain itu juga ada rencana pembelian 3 truk, dan
menurut laporan ternyata hanya dibelikan 1 truk saja. Dalam hal ini, pemkot
menggeser belanja yang sudah dianggarkan dengan tujuan untuk memasukkan atau
membeli 28 unit station wagon 2.500
cc yang sebenarnya tidak ada sama sekali dalam APBD. Hal ini justru tertulis
dalam DPA (Daftar Pelaksanaan Anggaran). Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kota
Surabaya mengatakan bahwa ada pelanggaran lainnya yang dilakukan Pemkot dan
mengarah ke tindak pidana maupun pelanggaran administratif seperti, perubahan
pembelian mobil station wagon untuk
31 camat. Hal ini merupakan suatu kesalahan fatal dengn cara merubah
anggarannya sendiri yang tidak sesuai dengan APBD dan tanpa adanya persetujuan
dari pihak DPRD. Seharusnya dalam melakukan perubahan terhadap anggaran harus
melalui persetujuan bersama antara Dewan dengan Pemerintah Kota. Sehingga
apabila terjadi suatu kekeliruan, maka dapat untuk saling memperbaiki terhadap
anggaran yang dibuat.
IV. Cara Menanggulangi atau Mengurangi
Penyelewengan Terhadap APBD
Solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan kasus di atas memang tidak
sederhana sebab menyangkut berbagai kepentingan. Hal ini dikarenakan di satu
sisi ingin kaya raya dan di sisi lain terjadi tindakan yang melawan hukum.
Untuk itu hukum memang perlu ditegakkan dalam menangani kasus tersebut.
Penanganan terhadap korupsi yang dilakukan oleh pihak tidak bertanggung
jawab harus secara sungguh-sungguh dan sistematis dengan menerapkan strategi yang
komprehensif secara preventif, detektif, represif, simultan dan berkelanjutan
dengan melibatkan semua unsur terkait. Yaitu baik unsur-unsur Lembaga Tertinggi dan Tinggi
Negara maupun masyarakat secara luas.
Terkait dengan kasus yang sudah dijelaskan yaitu mengenai penyelewengan
APBD yang meliputi dana dalam penyelesaian proyek lapangan sepak bola dengan
hasil yang tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati, yaitu sebesar 1,1
milyar dana tersebut dikorupsi oleh Pemerintah Kota Surabaya, menurut buku
pedoman Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi maka harus dilakukan
tindakan preventif dan detektif, yaitu :
Upaya-upaya preventif:
(1) Perencana menyiapkan gambar dan perhitungan
volume secara rinci.
(2) Menetapkan ketentuan bahwa desain konstruksi harus disesuaikan dengan
kondisi lapangan, dan jika diperlukan, desain konstruksi dapat direvisi sebelum
pelelangan.
(3) Proses lelang (termasuk peninjauan lapangan) dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan transparan
Upaya-upaya detektif:
(1)Melakukan penelitian apakah desain konstruksi benar-benar telah
memperhitungkan keadaan lapangan, ataukah merupakan desain standar normatif.
(2) Melakukan pengujian keadaan lapangan yang ada dan atau yang
diperhitungkan dengan kesesuaiannya terhadap desain konstruksi.
Sedangkan terkait mengenai dicantumkannya anggaran di APBD 2011 tetapi
anggaran tersebut tiba-tiba dihilangkan tanpa adanya alasan yang cukup jelas,
dan dikorupsi oleh Pemkot Surabaya, maka tindakan yang harus dilakukan yaitu
DPR harus lebih mengontrol terhadap APBD. Dan apabila ada perubahan harusnya
disusun sesuai dengan kepentingan rakyat dengan persetujuan melalui Dewan agar
tidak ada penyelewengan. Selain itu hukum harus benar-benar ditegakkan. Apabila
ada yang melanggar harus diberi sangsi yang tegas. Hak ini dikarenakan
seringkali terjadi penyelewengan bernilai milyaran rupiah tetapi tidak ada
tindak lanjut yang dilakukan secara tegas. Kejadian seperti ini perlu dicegah
dengan jalan mengedepankan pemikiran bersih, tanpa ada kepentingan pribadi
maupun golongan, mengingat pengelolaan anggaran yang rawan dengan KKN.
Dalam hal ini, Bawasda sebagai lembaga pengawasan intern pemerintah seharusnya
lebih intens melakukan pengawasan. Apabila menemukan penyelewengan anggaran,
harus diekspos dan dikawal sampai ke meja hijau. Karena pengelolaan uang rakyat
sudah dipercayakan kepada pemerintah. Di sisi lain, pemeriksaan tersangka
penyimpangan APBD hendaknya menjadi pelajaran bagi mereka yang diberi kewenangan
mengelola keuangan negara.
BAB III
PENUTUP
I.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penjelasan bab sebelumnya yaitu anggaran
merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai oleh suatu
organisasi dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran moneter (financial). Prinsip-prinsip penganggaran dan manajemen keuangan daerah menurut
world Bank dalam Mardiasmo yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas,
terprediksi, kejujuran, informasi serta transparansi dan akuntabilitas.
Dari beberapa informasi yang diperoleh, seringkali dana pada APBD mengalami
penyelewengan oleh aparat yang tidak bertanggung jawab. Sebagai contoh, tahun
2011 saja pada Pemerintah Kota Surabaya ditemukannya 12 kasus penyelewengan
terhadap APBD. Hal ini sungguh mengecewakan masyarakat. Karena pemerintah telah
dipercaya untuk mengelola dana negara yang banyak jumlahnya, namun tidak
melakukannya dengan baik sehingga tingkat kepercayaan masyarakat semakin
berkurang.
Penanganan terhadap korupsi yang dilakukan oleh pihak tidak bertanggung
jawab harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis dengan menerapkan
strategi yang komprehensif secara preventif, detektif, represif, simultan dan
berkelanjutan dengan melibatkan semua unsur terkait. Dan apabila terjadi
pelanggaran harus diberi tindakan yang tegas agar aparat yang melanggar merasa
jera.
II. SARAN
Saran yang saja ajukan berkaitan dengan penyelewengan yang sering terjadi
di Pemkot maupun Pemkab di Indonesia yaitu,
1.
Pemerintah
daerah harus menetapkan kebijakan yang adil dan sesuai dengan tanggung jawabnya
agar tidak terjadi penyelewengan terhadap APBD.
2. Diberikan sanksi dan hukuman yang
tegas bagi para pelaku korupsi agar membuat para pelaku jera dan takut untuk
melakukan tindakan tersebut.
3. Penanaman nilai kejujuran sejak dini
bagi para pelajar mulai dari tingkat pendidikan formal maupun informal agar
mereka tumbuh menjadi generasi yang anti korupsi.
Bastian,
Indra. 2010. Akuntansi Sektor Pubik Suatu
Pengantar. Penerbit Erlangga
Mardiasmo.
2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Darise, Nurlan. Akuntansi Keuangan Daerah.
2008. Jakarta : PT. Indeks
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. 2002. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pada Pengelolaan
APBN/PPBD. Buku Pedoman Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi.